Kamis, 15 Desember 2011

ITB didemo, katanya mahasiswanya apatis.

http://regional.kompas.com/read/2011/12/14/19050139/Tidak.Mau.Ikut.Demo.Mahasiswa.ITB.Didemo


KM ITB sudah memberi klarifikasi yang jelas terhadap demo yang terjadi di depan gerbang selatan kemarin siang

"TL @km_itb on twitter

Senin lalu, Organisasi mahasiswa (sebut saja Mami) mendatangi Presiden, Menko. Eksternal, dan Men. Sospol #klarisifikasiKMITB u/ mengajak aksi #Sondang (14/12) hari ini. Presiden bertanya ttg konten-follow up aksi, namun Mami tdk bisa memberikan jawaban jls. Presiden dan Menko Eksternal menunggu kabar dari Mami u/ jawaban pasti, hanya tdk ada kabar lagi ttg aksi tsb. Aktor massa pendemo di aksi #Sondang hr ini mengaku dr Organ Ekstra Kampus. Massa menggunakan jaket almamater dr kampus msg2. Aksi terlihat tdk rapih tidak ada moderator, pernyataan pendemo saling kontradiktif, tdk jelas konten follow up aksi dan tuntutan kpd pemerintah yg dibawa

Hasil kajian Presiden-Menko. Eksternal menunjukkan jika ada nilai politik dr aksi #Sondang hari ini. Kenapa?
1. ITB mrpk simbol pergerakan mhssw Indo.
2. ITB dianggap sbg 'monumen'.
3. ITB lbh menarik perhatian massa&media. Itulah knp aksi diadakan dpn ITB

#klarisifikasiKMITB pd media massa diperlukan u/ memperlihatkan pd masyarakat jk massa KM ITB ttp peduli pd bangsa&kasus #Sondang KM ITB akan menunjukkan sikap thdp isu lwt gerakan pengmas riil, penyampaian aspirasi DPR & demo tertib dgn konten-tuntutan jelas"



Sekarang gini, menurut gue yang seorang awam, kalo tiba2 demo dan mengajak orang lain gabung tanpa bisa menawarkan agenda yang tidak bisa dipertanggungjawabkan apakah sebuah tindakan yang elegan untuk seorang yang terpelajar? Itu kalau memang benar konten yang ditawarkan memang tidak jelas, lho.
Solidaritas itu oke, tapi harus dengan tujuan yang cerdas dan jelas.


Ada sebagian pihak yang cenderung memojokkan mahasiswa ITB dengan sebutan apatis. Jadi, apa yang harus dilakukan untuk membuktikan rasa ketidak-apatis-an nya? Apakah mereka ingin mahasiswa ITB ikut "nimbrung" dalam aksi tersebut? Lha wong konten nya saja ga jelas, kok disuruh ikut-ikutan nimbrung.Ntar jadinya ga jelas berjamaah dong?
Itu juga bukan sebuah sikap yang membuktikan rasa anti-apatis.

Jari tengah, pembalut, dan celana dalam wanita?

Orang yang rada sehat akan berkata:
"Plis deh. nggak gitu juga kali?"

************

Terlepas dari itu semua, mas-mas yang demo sebaiknya menawarkan koordinasi yang matang terlebih dahulu, sebelum melakukan aksi besar-besaran apalagi di depan pintu gerbang "rumah" tetangga sendiri. Konten dan tujuan aksi juga sebaiknya dipersiapkan dan dikaji secara mendalam agar nantinya nggak cuma berkoar-koar tanpa menimbulkan efek yang positif.

Seharusnya kita belajar dari aksi 1998. Rezim jatuh sih jatuh, tapi hasilnya? Siapa bilang pemerintahan pasca reformasi lebih baik dari pemerintahan orde baru?

Seharusnya kita belajar dari penggulingan Nurdin Halid dari kursi Ketum PSSI. Hasilnya? Ya bisa diliat toh? Kompetisi lokal amburadul, jadwal kompetisi molor ga keruan.

Itu semua ya karena itu tadi, konten dan tujuan yang tidak matang.

Menyuarakan perubahan, kita nya juga harus siap untuk berubah. Mau untuk berubah.
Jangan sampe, kita-kita yang menyuarakan perubahan hari ini, malah ntar sama busuknya sama yang disuruh berubah.

Sebaiknya tidak ada pihak yang ikut terpancing atas provokasi yang mas-mas kemarin lakukan. Jangan sampai kejadian kemarin justru memecah-belah persatuan berbagai kelompok mahasiswa dari berbagai tempat, yang katanya agent of change.

Semoga menjadi bahan refleksi buat semua pihak.

“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (Asy-Syuura: 43)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar