Senin, 06 Desember 2010

minggu super, untuk Indonesia

1.)
oke, ada beberapa hal yang membuat gue untuk tidak meluangkan waktu buat sekedar nyalain TV, duduk santai sambil makan Chitato, dan ngedukung Timnas Indonesia yang lagi main entah itu melawan Malaysia pun melawan Laos. Yang kepikiran di otak gue yaa:
1. Paling kalah lagi
2. Paling kalah lagi
3. Paling kalah lagi.
4. PSSI b*suk, ga mau ganti ketum.

Karena, menurut gue PSSI gak serius buat majuin sepakbola Indonesia. Buktinya, Indonesia gagal masuk Piala Asia kemaren. PSSI juga ngga menggubris (susah asli bahasanya) himbauan FIFA buat ganti ketum. Jadi deh, gue ngambek ke PSSI, sampe-sampe gue ngunci diri di kamar mandi, sebulan cuma berbekal es krim Feast 3 bungkus. (read: boong).

Mungkin sekitar 6 bulan gue gak buka berita tentang sepakbola Indonesia, entah berita ISL atau pertandingan2 Timnas. Puncaknya, gue sampe ga tau kalo Barrack Obama dateng ke Indonesia. (sori, ga ada hubungannya). Sampe akhirnya gue liat iklan, Indonesia vs Malaysia jam 7 malem. Walhasil,-males liat timnas- rabu malem gue langsung tidur abis solat isya.

Besoknya, gue liat berita Indonesia menang lawan Malaysia.
Skornya ? 5-1.
Diluar dugaan gue?? ya jelas.
Pendapat gue? hoki.

beberapa hari setelahnya,di suatu tempat yang ada TV nya (bukan rumah gue), gue liat, ada lagi Indonesia vs Laos. Gue mikir, ini ada acara apa sih, kok timnas tanding mulu? Dan disitu gue baru tau, kalo Indonesia lagi maen di AFF Cup (Asean Football Federation Cup). Ampun. Tapi, apalacur, gue tetep ngga nonton pertandingannya, berhubung gue lagi ga dirumah. Dan seperti gue bilang, gue udah ga punya minat ama timnas. Sampe rumah, gue buka TV. Daaan, 6-0.
Luar Biasa. (NB: karena gue liat sebelumnya Laos bisa nahan imbang Thailand. Thailand!)

Alfred Riedl, Irfan Bachdim, tumbuhkan harapan baru. Yang sempat pupus, tentunya

Ketika gue bertanya-tanya, siapa dan bagaimana kemampuan dan determinasi Timnas bisa menjadi se-luar biasa ini, gue dapet dua nama diatas.

Pertama, Alfred Riedl. Nama baru di telinga gue. Pelatih Austria ini menggantikan Beny Dollo sejak Maret lalu, sekaligus menjabat sebagai kepala pelatih Timnas Indonesia U-23. Karir sebagai pelatih sepakbola-nya juga ngga bisa dianggap remeh.

1983 - 1984 Ass. Coach Wiener Sportclub, Austria
1984 - 1985 Ass. Coach Mödling, Austria
1986 - 1987 Head Coach Kottingbrunn, Austria
1987 - 1988 Ass. Coach Austria Wien, Austria
1988 - 1989 Head Coach Ittihad Jeddah U 19, Saudi Arabia
1989 - 1990 Head Coach Wiener Sportclub, Austria
1990 Head Coach Olympic Team, Austria
1990 - 1992 Head Coach National Team, Austria
1992 - 1993 Head Coach FAV AC, Austria
1993 - 1994 Head Coach OCK, Morocco
1994 - 1995 Head Coach Zamalek S.C., Cairo, Egypt
1996 - 1997 Supervisor Iran Football Federation (Manager)
1997 - 1998 Head Coach National Team, Liechtenstein
1998 - 2001 Head Coach National Olympic Team, Vietnam
2001 - 2003 Head Coach Al Salmiya Club, Kuwait
2003 - 2004 Head Coach National Olympic Team, Vietnam
2004 - 2005 Head Coach National Team, Palestine
2005 - 2008 Head Coach National Olympic Team, Vietnam
2009 Head Coach Olympic Team, Laos
(www.flowersgardenshop.blogspot.com)

Jadi ,bukan hal yang berlebihan kalo kita menaruh harapan pada pria kelahiran tahun 1949 ini, buat mendongkrak prestasi timnas di kancah internasional.

Kedua, Irfan Bachdim. Pemain naturalisasi yang masih punya muka-muka Indonesia. Gue sempet takjub waktu liat dia nyanyiin lagu Indonesia Raya dengan lancar. Satu hal yang spesial dari Irfan adalah dia membuat semangat baik pendukung maupun temen2 nya di timnas, dan itu terbukti ampuh ketika Timor Leste, Malaysia, dan Laos jadi bulan2an timnas. Kehadiran pemain ini membuat anggota timnas memiliki setidaknya harapan untuk bisa menang.

Dan, harapan gue, kita dan PSSI ngga cepet puas dengan hasil yang ada. Kita juga harus konsentrasi ke pencarian dan optimalisasi bibit2 unggul pemain sepakbola. Jangan sampe, prestasi cuma diraih hanya untuk jangka pendek.

2.)
Berikan 1230 sorakan untuk Chris John dan Daud Chino Yordan.

Setelah 2 kali sempat tertunda, pertandingan untuk mempertahankan gelar bagi Chris John, berhadapan dengan penantangnya dari Argentina, Saucedo, akhirnya digelar Minggu malam di Senayan.

Sebelum pertandingan, Chris John berkata bahwa dia akan menghabisi perlawanan Saucedo di bawah sepuluh ronde. Artinya, menang KO. Sedangkan Saucedo sesumbar akan membawa pulang sabuk juara kelas bulu versi WBA ke Argentina. Nyatanya, kedua hal tersebut tidak terjadi di atas ring. Mari kita amati pertandingan tadi malam.

Ronde-ronde awal, gue ngga nonton. (-__-). Mari lompat ke tiga ronde terakhir.
Gue ngga nyangka, udah ronde 9 ke atas, Chris John dan Saucedo masih keliatan seger. Tapi, disitu terlihat Chris John yang lebih dominan dan melepaskan lebih banyak pukulan. Sayangnya, akurasinya tidak terjaga. Apalagi, dia sering mengeluarkan ayunan besar yang hanya mengenai angin di sekitar wajah Saucedo. Sedangkan Saucedo lebih sering membentuk posisi bertahan dengan block yang susah ditembus dan jarang mengeluarkan pukulan.

Gue jelas khawatir. Keliatannya Chris John terlalu bernafsu entah itu karena suasana gemuruh dukungan di Senayan, atau karena janji nya sebelum naik ring. Ini bisa jadi bahaya kalau Saucedo nmengincar ronde terakhir, ketika stamina Chris John udah terkuras, atau mengincar serangan counter. Apalagi pukulan2 Chris John ngga menggetarkan Saucedo sama sekali. Terbukti, ronde ke 12 Saucedo mulai agresif dan berusaha mengeluarkan kombinasi pukulan. Namun, mungkin di luar dugaannya, stamina nya juga terkuras habis. Hasilnya, pemenang harus ditentukan lewat perhitungan poin.

Yaah, walaupun menang mutlak secara poin, ada beberapa hal yang patut diperhatikan. Kalau saja musuh mempunyai counter yang mematikan, Chris John pasti sudah roboh apabila terus bertanding kayak gini. Sebaiknya Chris lebih bisa menahan nafsu dan ngga mudah terprovokasi lawan. Walaupun main di kandang sendiri, pukulan-pukulan besar yang tidak dibarengi sama akurasi yang terjaga sebaiknya dikurangi, bahkan kalau perlu dihindari. Karena mulai sekarang, lawan-lawan bakal melakukan sesuatu terhadap cara bertanding Chris -yang terkesan ugal-ugalan- di ronde-ronde akhir kemarin.

Gelar WBO

Dan, buat Chino, pertandingan luar biasa dengan hanya memerlukan waktu 19 detik buat mengaknvaskan lawannya. Dua uppercut yang menghancurkan dahi dan rusuk Damian David Marchiano cukup buat menyabet gelar juara dunia kelas bulu WBO Asia-Pasifik Interim. Satu lagi petinju Indonesia berhasil mengharumkan nama bangsa ini di mata dunia. Harapan baru tumbuh buat petinju asal Kalteng usia 23 tahun ini. Dan semoga terus bermunculan bakat-bakat gemilang yang bisa membanggakan dan menyatukan kita sebagai sebuah bangsa.



Sebuah anugerah tersendiri di tengah rentetan bencana yang terjadi di Indonesia. Sebuah patriotisme yang ditunjukkan dan seharusnya menjadi contoh buat para pejabat dan pemimpin bangsa ini.

Sekarang, mana yang lebih enak? ngeliat muka Gayus Tambunan, atau ngeliat Chris John ngangkat sabuk juara?